Inspirasi – Last Flight Of The Osiris

DKV : Antara Belajar dan Bermimpi

Pengertian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-Gredler (1986:1) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, dan attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal dan/atau nonformal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

Udin S. Winataputra (2016). Teori Belajar dan Pembelajaran. Tangerang Selatan : Penerbit Universitas Terbuka.

Berdasar pengertian singkat di atas maka belajar adalah proses mendapatkan kemampuan, keterampilan, dan sikap. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana cara mewujudkan pengertian dan keinginan sebagaimana tertera dalam teori belajar dan pembelajaran, di dalam prose belajar di Spesifikasi Komputer : Desain Komunikasi Visual, MA Al Hikmah 2, Benda, Sirampog, Brebes?

Seorang senior saya dalam karir pernah membekali saya dengan prinsip 3N, nonton, niteni, dan nambahi. Melihat, mengingat, dan menambah.

Nonton

Cara paling sederhana adalah dengan melihat perkembangan kurikulum pendidikan di SMK jurusan Desain Komunikasi Visual, memperoleh struktur kurikulumnya dan kemudian membuat perencanaan yang matang bagaimana cara untuk bisa mengadaptasikannya ke dalam proses pembelajaran di MA Al Hikmah 2.

Niteni

Membuat catatan-catatan dalam proses tinjauan maupun kunjungan tidak hanya ke institusi pendidikan yang relevan tetapi juga dunia para pelaku industri kreatif yang tersebar di seluruh Indonesia, pulau Jawa pada khususnya.

Nambahi

Semua informasi yang terserap kemudian disusun dalam sebuah kesimpulan, yang kemudian dicocokkan dengan dinamika yang berkembang di masyarakat, dicocokkan dengan iklim eksklusif dalam pondok pesantren dan menyelaraskannya dengan arahan dan panduan yang telah diberikan oleh Kementrian Pendidikan Nasional, dan juga Kementrian Agama Republik Indonesia.

Semua proses tersebut hanya bisa terwujud apabila ada langkah-langkah serius yang diterjemahkan dalan langkah nyata dalam pelaksaan Kegiatan Belajar Mengajar.

Tambahan :

Setelah setahun usia Desain Komunikasi Visual Malhikdua School, maka telah tiba saatnya untuk melakukan tahapan Praktek Kerja Lapangan atau istilahnya sekarang Praktek Kerja Industri.

Apabila pada tahun-tahun sebelumnya PKL spesifikasi komputer identik dengan dilaksanakan di kantor-kantor instansi pemerintah maka tahun ini program DKV melakukan inisiatif dengan menempatkan para siswa di tempat praktek yang sesuai dengan bidang yang dipelajari.

Lokasi-lokasi PKL yang baru adalah :

  1. Amphibi Studio, Batununggal, Bandung. Studio Animasi.
  2. Shafco, Gede Bage, Bandung. Industri Textil dan Kriya Muslim.
  3. Innerchild Studio. Studio Ilustrasi buku-buku pelajaran, novel, dsb.
  4. Dani Craft, Bantul, Yogyakarta. Produksi suvenir.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu kelancaran PKL tahun ini, para mitra kerja, para alumni, ta’mir masjid, para pemilik kos, semuanya yang telah banyak membantu terlaksananya program kami tersebut.

Suasana PKL di Amphibi Studio, Bandung
Suasana PKL di Amphibi Studio, Bandung

Tulisan ini juga bisa dibaca di sini.

Mengajar Karena Tak Bisa

He who can, does. He who cannot, teaches.

-George Bernard Shaw-

Saya akan mengawali tulisan ini dengan sebuah pernyataan : “Saya mengajar karena saya tidak bisa”

Saya adalah pengajar keterampilan Komputer : Desain Komunikasi Visual di Madrasah Aliyah Al Hikmah 2 (Pondok Pesantren Al Hikmah 2), desa Benda, kecamatan Sirampog, kabupaten Brebes. Mungkin anda akan bertanya, mengapa di Madrasah Aliyah juga mengajarkan program keterampilan DKV?

Well, jawaban versi sederhananya (versi saya) adalah “Madrasah adalah sebuah wadah pendidikan yang masih mencari bentuk”

Secara garis besar pemerintah (Kementerian Agama) mencanangkan 5 jenis Madrasah Aliyah:

  1. Madrasah Aliyah Keagamaan
  2. Madrasah Aliyah Akademis
  3. Madrasah Aliyah Terpadu
  4. Madrasah Aliyah Bahasa
  5. Madrasah Aliyah Ketrampilan

Namun bentuk-bentuk ini masih dalam bentuk wacana dan dalam proses perwujudan formal yang sesungguhnya.

Nah, MA Al Hikmah 2 (atau selanjutnya akan saya sebut malhikdua school) tempat saya mengabdikan diri sekarang menerapkan 3 bentuk madrasah tadi. MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan), Imersi (Akademis), dan MAT (Terpadu).

Saya saat ini mengajar 2 subyek pelajaran. Di program Imersi saya mengajar “Konsep Pemrograman Prosedural”, sebagai bagian persiapan peserta Olimpiade Sains Komputer. Sedangkan di program Terpadu, saya mengajar keterampilan “Komputer : Desain Komunikasi Visual”.

Nah, kembali ke judul yang saya pilih di atas, mengapa saya memilih mengajar karena saya tidak bisa?

Kenyataannya saya memang pernah berkarir di dua bidang di atas, namun saya tidak menemukan diri saya dalam sebuah kemapanan psikologis, sesuatu yang umumnya disebut dengan passion.

Berbeda dengan mengajar.

Saat mengajar saya menemukan energi yang terus-menerus terisi kembali, sesuatu yang mendorong saya untuk mandi subuh dan bersiap menyongsong hari. Sesuatu yang mendorong saya untuk belajar dan membuka buku-buku baru. Sesuatu yang mendorong saya untuk menikmati kabut pagi dan menyeruput secangkir kopi.

Akhirnya saya tutup tulisan saya ini dengan ucapan untuk murid-murid saya dimanapun mereka berada sekarang “maafkan pak Isnan yang mengajar karena tak bisa”.

(Tulisan ini juga bisa dibaca di sini)

The First Blood

Trautman: Look John, we can’t have you running around out there killing friendly civilians.

Rambo: There are no friendly civilians!

Film-film Hollywood yang dibuat pada era 1980an memiliki karakter dan pesan sosial yang berbeda dengan film-film yang dibuat pada tahun-tahun belakangan ini.

Demikian juga dengan Rambo : The First Blood. Ah film jadul. Saya orang jadul jadi sukanya film jadul. Saya gaptek dan bisa dibilang sebagai orang paling gaptek, paling jadul, paling tidak mengerti teknologi di seluruh dunia, apalagi dibandingkan dengan anak-anak kampus jaman sekarang ini.

Ah, kembali ke Rambo. Rambo adalah seorang veteran Perang Vietnam. Perang Vietnam adalah bukti perang ideologi antara kapitalisme dengan komunisme.

Tapi bukan itu cerita yang ingin digambarkan oleh Rambo : The First Blood. The First Blood ingin menceritakan tentang kehidupan para veteran perang, para pahlawan, yang setelah pulang, malah menjadi musuh masyarakat.

Masyarakat Amerika Serikat yang judgmental, yang memberikan penghakiman terhadap para veteran, memberikan julukan-julukan dan perlakuan yang tidak menyenangkan, pengusiran, dan tindakan hukum yang represif.

Kondisi sosio-kultur masyarakat Amerika saat itu digambarkan dengan epic, untuk tidak salah mengartikan bisa saya anggap salah satu film terbaik di masa muda saya. Pesan-pesan sosial yang sekarang hilang dari kebudayaan pop maupun kontemporer. Pesan-pesan yang tergantikan dengan pesan-pesan dalam kemasan kapitalis, yang mengabaikan isi, dan hanya memperindah sampul.

Setia Kepada Gagasan Bukan Kepada Kenangan

Di setiap ruangan kelas, terdapat satu buah gambar Garuda Pancasila, dan dua buah foto Presiden dan Wakil Presiden RI.

Saat tulisan ini dibuat, presiden sah RI atas hasil pemilu yang sah pula, adalah presiden Ir. H. Joko Widodo dan wakil presidennya adalah H. Jusuf Kalla.

Setiap pergantian pejabat presiden maka diganti pula kedua foto tersebut. Inilah yang kemudian disebut dengan “setia kepada gagasan bukan kepada kenangan”.

Artinya foto tersebut bukanlah hal mutlak, foto tersebut diganti setiap pejabatnya diganti. Lucu bila di kelas di tahun 2016 ini foto yang dipasang adalah foto Jenderal Soeharto misalnya.

Demikianlah dengan perjalanan hidup dan gagasan kita. Lucu bila sudah banyak yang terjadi, tapi kemudian ada yang ke-ge-er-an, merasa bahwa era dan masanya saja yang disebut-sebut.

Ada istilah penyakit kejiwaan untuk orang-orang yang merasa terlalu bangga dengan dirinya sendiri, sehingga mengganggu orang lain, sebut saja “over proud syndrom”.

Entahlah, mungkin kerendahan hati memang susah dicari sekarang ini. Abaikan tulisan dari pembuat donat keliling ini.

Lucunya Kata dan Data

Akhir-akhir ini banyak sekali yang suka bicara data. Tapi lucunya ketika bicara data disertai dengan tendensi dan permainan kata yang menjebak siapapun yang membacanya.

Saya beri contoh :

lucu-banget

Pada hari Jum’at, 15 Juli 2016, jumlah kunjungan pada situs daftar.malhikdua.com tercatat sekitar 200 orang. Apakah jumlah kunjungan tersebut adalah jumlah kunjungan yang luar biasa? Tidak, jauh dari kata ramai, itu kalau anda terbiasa dengan menghitung bot search engine.

Pertama-tama ijinkan saya untuk memberitahu bahwa ini adalah tahun 2016, artinya kalau anda masih memakai logika SEO jaman jadul, knock-knock … hello … wake up man …

Kunjungan yang sekian gelintir pun akan bermakna bila kunjungan itu adalah kunjungan yang “real”, apalagi itu adalah kunjungan yang menghasilkan sebuah “lead”, dalam hal ini saya gunakan permisalan data kunjungan situs daftar.malhikdua.com di atas. Dari 200 sekian kunjungan, yang berujung kepada telepon dan sms ke nomor pendaftaran, dan berujung kepada jumlah siswa terdaftar adalah sekitar 25 % (terdapat 50 lebih pendaftar yang prosesnya “full online”, dan ratusan pendaftar yang semi online, mendapat info online tapi lebih memilih jalur konvensional).

Terlalu banyak istilah teknis, lebih enak menghabiskan kopi yang sudah terseduh di indahnya pagi yang cerah ini …

Update :

Posting adalah sebuah “footnote”, pengingat untuk penulis pribadi, sebuah “self taught” dan “self debate” dengan pemikirannya sendiri untuk tidak lagi kembali ke dunia “blackhat blogging”.

Baju Baru Buat Baginda

HCA_by_Thora_Hallager_1869
Hans Christian Andersen. Sumber : Wikipedia

Saya akan menceritakan sebuah dongeng. Dongeng ini ditulis oleh Hans Christian Andersen. Saya pertama kali mendengar dongeng ini di sebuah radio ketika saya masih kecil.

Cerita ini dimulai ketika ada seorang Raja, yang sangat sombong dengan penampilannya. Raja ini suka menghabiskan harta kerajaan demi membeli sebuah baju atau hal-hal yang menunjang penampilannya.

Suatu hari datanglah dua orang penipu ke kerajaan itu. Dua orang penipu itu mengaku kalau mereka adalah penjahit terbaik yang ada di seluruh dunia.

Sang Raja terpikat dengan kisah mereka dan memberi tugas untuk menjahit baju terbagus yang pernah ada. Kedua penipu itu berkata, baju terbaik dibuat dari emas murni. Sang Raja menyanggupi permintaan itu. Alkisah, kedua penipu itu berpura-pura menjahit sebuah baju, padahal mereka sama sekali tidak memintal atau menjahit emas pemberian Raja.

Dalih mereka “Hanya orang yang bijak dan soleh yang bisa melihat baju yang kami tenun”. Setiap orang yang mendengar dalih itu terdiam dan takut mereka dianggap tidak soleh. Hingga suatu hari jadilah baju yang dimaksud, dan Raja memakainya untuk berjalan mengelilingi istana.

Seluruh rakyat antusias melihat baju sang Raja, seperti apakah baju terbaik dan terbagus yang pernah ada itu? Ternyata yang dilihat rakyat adalah sang raja berjalan telanjang, tanpa sehelai benang pun.

Rakyat terdiam, mereka takut bila bicara, mereka akan dibilang tidak soleh. Hingga akhirnya seorang anak kecil berteriak.

“Raja kita telanjang”, pekiknya.

“Diam, kau anak yang tidak soleh”, hardik rakyat yang lain.

“Tapi dia hanya anak kecil, mana mungkin anak yang masih lugu berbohong”, seorang rakyat lain mencoba berpikir.

Saat itulah mereka sadar mereka telah tertipu. Sementara kedua penipu itu telah pergi jauh dengan emas hasil kejahatan mereka.

Pesan moral dari cerita ini adalah : kita terlalu sering takut dianggap tidak soleh, tidak alim, tidak taat agama, sesat, liberal, dan seterusnya sehingga kita takut menyuarakan kebenaran, di saat yang sama kita melihat bahwa dusta jelas-jelas terpampang di hadapan kita.

Lebih jauh tentang dongeng Baju Baru Buat Baginda ini bisa dibaca di sini.

Lebih jauh tentang Hans Christian Andersen sang penulis dongeng bisa dibaca di sini.

 

Membaca Sebelum Menulis

Beberapa siswa bertanya kepada saya mengenai bagaimana cara untuk memulai sebuah blog. Sebuah pertanyaan klasik dan klise, dan memiliki sebuah jawaban yang klasik dan klise pula.

Sebelum belajar menulis, belajarlah untuk membaca.

Iya, banyak-banyaklah membaca untuk memperluas wawasan dan pengetahuan. Banyak-banyaklah membaca untuk mengenal penulis-penulis yang sudah mapan dan memiliki reputasi.

Oke, saya akan mencoba untuk lebih banyak membaca, tetapi apa yang harus saya baca?

Buku. Iya. Buku. Sebuah kutipan bijaksana dari bapak George R.R. Martin penulis best seller dan box office TV Game of Thrones mengajarkan kita untuk itu.

“A reader lives a thousand lives before he dies, said Jojen. The man who never reads lives only one.”

– George R.R. Martin, A Dance with Dragons

Seorang pembaca seolah memiliki ribuan kehidupan sebelum ajalnya. Seorang yang tidak pernah membaca, hanya memiliki satu kehidupan saja. Kita bisa larut dalam dunia yang ditulis dalam sebuah buku, masuk dan berpetualang dalam ribuan kisah, roman, tragedi, atau apapun yang diciptakan di dalam dunia seorang penulis.

Tetapi sekarang sudah jamannya internet. Baca buku itu sudah ketinggalan jaman, tinggal buka google lalu ketikkan apapun dalam pencarian, maka pengetahuan akan dengan mudah diperoleh. Lalu kenapa harus baca buku?

Internet menawarkan banyak manfaat, tetapi internet juga bisa menjadi distraksi, menjadi pengganggu ketika kita berusaha untuk fokus dan belajar. Saya beri contoh, facebook misalnya, bisa jadi kita berteman dan mengikuti orang-orang yang produktif, namun kita juga mengikuti orang-orang yang tidak produktif. Otak kita secara refleks akan berusaha menyerap semua informasi yang diterima. Buku, memiliki kelebihan untuk kita bisa fokus, dan menemukan keheningan yang kita butuhkan dalam menyerap ilmu pengetahuan.

Lalu apakah semua yang ada di internet itu jelek?

Tentu saja tidak. Saya juga memiliki beberapa situs yang secara rutin saya kunjungi untuk belajar dan mendapatkan informasi. Situs-situs sudah saya pilih secara hati-hati dan saya berusaha untuk memilih situs yang memang terbaik, setidaknya menurut penilaian saya pribadi.

Lalu apakah ada semacam daftar yang bisa direkomendasikan untuk bahan-bahan bacaan?

Tentu saja ada. Namun daftar ini bersifat personal, daftar bacaan yang menurut saya bagus, belum tentu bagus untuk orang lain.

Saya akan memulai dengan buku-buku yang pernah saya baca :

being-happy

Being Happy oleh Andrew Matthews. Buku ini pertama kali saya baca waktu kelas 1 SMP (lebih dari 20 tahun yang lalu). Buku ini sangat menggugah dan dituturkan dalam bahasa kartunis yang sederhana. Buku ini sudah hilang karena dipinjam seorang teman yang lupa mengembalikan. Saya akan memasukkannya dalam daftar buku yang akan saya beli dalam waktu dekat ini.

bumi-manusia

Bumi Manusia oleh Pramoedya Ananta Toer. Saya rasa semua buku-buku Pram layak untuk dibaca oleh mereka yang ingin mengasah kualitas intelektualitas di dalam diri mereka.

kartun-fisika

Kartun Fisika oleh Lary Gonick ini benar-benar merupakan salah satu buku favorit saya. Tulisannya sangat mudah dipahami dan menghibur. Kita bisa memahami garis besar prinsip-prinsip teori fisika, mulai mekanika dasar hingga kuantum dengan mudah lewat buku ini.

Lain kali akan saya buatkan daftar buku bacaan lain yang lebih lengkap.

Bagaimana dengan daftar bacaan online? Ada tidak?

Ada, berikut saya tuliskan daftar singkatnya :

Zenhabits : Merupakan sebuah blog yang menulis tentang produktifitas, dan kesederhanaan hidup. Blog ini adalah blog yang secara rutin saya kunjungi, beberapa artikel bahkan saya cetak sebagai bahan bacaan ketika sedang offline.

Wisebread : Merupakan sebuah kumpulan blog yang secara umum berisi tentang nasehat-nasehat di bidang keuangan pribadi. Blog ini cukup penting karena berisi tips-tips praktis tentang menghemat uang, menabung, juga cara-cara menambah penghasilan yang sederhana, namun cukup membantu.

Business Insider : Situs berita seputar bisnis dan hal-hal umum yang saya perlukan untuk update perkembangan dunia secara global. Berita-berita di situs ini cukup berkualitas, karena tidak terlalu banyak memuat penggiringan opini yang berlebihan.

Demikianlah tulisan singkat saya mengenai banyak membaca sebelum belajar menulis. Saya harap siswa-siswa sekalian bisa mendapat manfaat dari tulisan yang singkat ini. Bila masih ada hal yang ingin ditanyakan, janganlah ragu untuk bertanya lewat form komentar. Tetap semangat.